Senin, 03 Desember 2007

Short Perspective

Renita Renita

Tonny Trimarsanto, indonesia, 16 min, 2007

Terjebak di tubuh seorang laki-laki, Renita ingin menjadi seorang dokter dan sekaligus wanita semenjak kecil, namun orang tuanya memaksanya masuk ke sekolah Islam yang membuat dia merasa sangat tertekan. Renita berontak dan kemudian menjadi PSK, dengan harapan menemukan kebebasan. Namun pada kenyataannya, dia mendapatkan perlakuan kasar dan diskriminsai dari keluarganya dan juga lingkungan sekitarnya.

Trapped in a male body, Renita wanted to be a doctor and a woman since she was a child but her parents forced her to study at a Islamic school where she was bullied and ostracised. She rebelled by becoming a prostitute in the hope of finding freedom but instead, found that it came at a cost – she experienced brutality and was discriminated against by her family and the Indonesian society in which she lived.

Jumat, Dec 14 | 14.30 | Vredebur 1

Sabtu, Dec 15 | 14.00 | LIP


Don’t Fence Me In: Major Mary And The Karen Refugees From Burma

Ruth Gumnit, 30 min, Burma, 2004

Terusir dari kampung mereka oleh pemerintah, lebih dari 100.000 masyarakat Karen tinggal di kamp pengungsian di sepanjang perbatasan antara Burma dan Thailand. Ratusan ribu lainnya masih bersembunyi di hutan-hutan. Don't Fence Me In mengisahkan kehidupan seorang perempuan pejuang kemerdekaan, Mayor Mary On, dan para pengikutnya dalam memperjuangkan kebebasan. Film ini memuat gaya penceritaan Mary On yang kharismatik digabungkan dengan gambar-gambar yang langka yang diselundupkan dari kamp pengungsiaan.

Forced from their homes by the government, more than 100,000 Karen people live in refugee camps along the border between Burma and Thailand; hundreds of thousands more hide in jungles. Don't Fence Me In chronicles the life of 70-year-old freedom fighter Major Mary On and her people's struggle for self-determination. Her charismatic storytelling is accompanied by rare, clandestine footage smuggled out of the Karen refugee camps.

jumat, Dec 14 | 14.30 | Vredeburg 1

sabtu, Dec 15 | 14.30 | LIP


Kolam

Chris Chong Chan Fui, Canada/Malaysia, 2007, 13 minutes

Kolam adalah film dokumenter pendek karya Chris Chong Chan Fui yang dibuat di Aceh. Film ini mengisahkan anak-anak Aceh yang belajar berenang di kolam yang dibuat oleh USAID.

A pool bearing the name awaits completion. Meanwhile, children learn to swim in it.

Jumat, Dec 14 | 14.00 | Vredeburg 1

Sabtu, Dec 15 | 14.00 | LIP


Shaktsing

Elayne McCabe, USA/India, 24min, 2006

Film ini mengikuti seorang anak yang ayahnya mati digigit ular di dahinya. Lalu, dia harus bekerja meminta-minta di jalanan untuk mendapatkan uang, menyimpannya di rumah dan suatu saat digunakan untuk pernikahan kakaknya. “Bagaimana kau meminta uang?” “Aku bilang ayahku mati, ibuku mati, dan aku tidak bisa membeli makanan dan susu,” jawabnya

This colorful documentary leads as to the street of India. A child who his father dead because of snake bite, has to became a beggar. He spent the money for his older brother wedding. How he ask money to stranger? He said that his father and mother was died and he doesn’t have money to buy food and milk.

Jumat, Dec 14|13.00 | Vredeburg 1


Chen

Maëva Ma-Tsi-Leong, France, 19 min, 2005,

Nyonya Chen dan suaminya bersama-sama mendirikan rumah makan Cina, di mana mereka pernah memenangkan penghargaan. Akan tetapi Tuan Chen meninggal. Isterinya berjuang keras untuk menahan marah di depan stafnya. Dia meragukan dirinya dan ketakutan, sepertinya dunia telah berubah sangat bermusuhan. Nyonya Chen sendiri dan mengesampingkan semuanya, berusaha memperjuangkan semua apa yang telah dicapai bersama suaminya, demi 30 tahun hidup bahagia.

Together, Madame Chen and her husband had setup a gastronomic Chinese restaurant, which even won a star in the famous French Guide Michelin. But then Monsieur Chen died. His wife is fighting her grief, and groans before scolding her staff. She doubts herself and feels frightened, as the world has turned hostile. Alone and despite all, she is duty bound to keep what the couple had achieved… for the sake of thirty happy years.

Cinéma du Réel, Doc en courts Festival

Selasa, Dec 11 | 16.30 | Vredeburg 2

Jumat, Dec 14 | 13.30 | Vredeburg 1


SABA

Brésil, 15 min, 2006, Dir: Thereza Menezes, Gregorio Graziosi

Di Brasil, sehari dalam kehidupan pasangan berumur 100 tahun, dari mulai mereka bangun hingga kembali lagi ke ranjang. Satu dari hari-hari dimana kehidupan dicuri oleh kematian. Satu hari yang tidak special: pagi hari dimandikan oleh perawat, memandang keluar jendela, dan sisa hari yang panjang menunggu di sofa, tangan saling meraih, dalam sebuah perenungan akan apa yang akan datang, tentnag cahaya putih yang memancar dari luar sana. Setengah dari jiwa mereka ada disana. Tak bergerak, diluar ruang dan waktu.

In Brazil, a day in the life of a couple of 100-year-olds, from their morning awakening to going to bed. One of those days that life steals from death. A day of nothing special: the morning wash by the nurse, a glimpse out of the window, and long hours of waiting on the sofa, hand in hand, in drowsy contemplation of the beyond, that white light shining in from outside. They are there and not there. Or partly there. Motionless, outside of time and space.

Signes de nuit Film Festival, Cannes Film Festival, Rencontres Cinémas d’Amérique Latine de Toulouse, International competition Cinéma du Réel 2007

Selasa, Dec 11 | 16.30 | Vredeburg 2

Jumat, Dec 14 | 13.30 | Vredeburg 1


Naft Sefid

Mahmoud Rahmani, Iran, 16 min, 2005

Kota Naft Sefid (Minyak Putih) di Khuzestan provinsi Iran dahulu makmur dan hidup. Di lokasi ladang minyak Iran paling besar ketujuh ini, lima sumur Naft Sefid menghasilkan 328 juta barrel minyak antara 1938 dan 1984. Tetapi ketika sumur minyak mengering, semua kemakmuran dan kegairahan menghilang. Tempat itu telah tergerus menjadi satu tempat yang membosankan di tengah-tengah padang pasir kering yang tandus dan berbatu-batu.

The Town of Naft Sefid (White Oil) in the Khuzestan province of Iran used to be brimming with life and prosperity. It was located on the seventh biggest oil field of Iran; the five wells of Naft Sefid yielded 328 million barrels of oil between 1938 and 1984. But when the oil wells ran dry, all liveliness disappeared from Naft Sefid. It has lapsed into a dreary place in an arid, barren, stony desert.

IDFA, Cinema du reel, The best Documantry Kish International film festival, The best film of Varesh film festival, The best social documentry of Yadegar film festival.

Rabu, Dec 12 | 20.45 | Kinoki


Tidak ada komentar: